Selasa, 24 November 2009

Pengembangan Kompetensi Guru

Pembinaan dan Pengembangan Kompetensi Guru SMA Negeri Memilukan Hati Kita

Berbagai media melansir dalam setiap kesempatan dan hasil penelitian serta hasil penilaian terhadap portoflio guru membuktikan bahwa pembinaan dan pengembangan kompetensi guru SMA Negeri belum berjalan dengan baik.

Pemberitaan dalam berbagai media masa dan gambaran dari hasll penelitian, yang didukung oleh hasil penilaian portofolio guru, menunjukkan bahwa program dan kegiatan pembinaan serta pengembangan kompetensi guru SMA Negeri Sumbar, khususnya, komponen kompetensi profesional baik di tingkat kota/kabupaten maupun secara nasional, masih sangat minim.
Media Indonesia, 1/10/2005 mencatat bahwa guru telah gagal memenuhi indikator pengembangan komponen pompetensi profesional sehingga terganjal kenaikan pangkatnya. Dari pelaksanaan penilaian portofolio guru tahun 2007, penulis sebagai salah seorang asesor wilayah Sumbar menemukan bukti yang mempriharinkan itu. Dari 64 dokumen yang dinilai, ternyata, sebanyak 77,4% guru tidak memenuhi indikator sama sekali. Artinya, guru (i) jarang melakukan penelitian tindakan kelas (PTK),t(ii) jarang menulis karya tulis lmiah (KTI) hasil penelitian, KTI konseptual, KTI populer, dan KTI untuk seminar, (iii) jarang menulis buku dan modul/Diktat, (iv) jarang menyiapkan alat pembelajaran, (v) jarang menghasilkan teknologi tepat guna atau TTG/karya seni, dan (vi) jarang mengikuti pengembangan kurikulum. Harian Kompas, 10/10/2007 memberitakan bahwa, secara nasional, hanya sebanyak 8.000 guru yang lulus sertifikasi dari 17.000 dokumen yang dinilai tahun 2007, sedangkan kuota nasional adalah sebanyak 20.000 (3.000 dokumen didiskualifikasi).
Penelitian yang penulis lakukan tahun lalu yang dkenal, menurut Panduan Penelitian Dikti Edisi VII, sebagai penelitian Hibah Bersaing dengan biaya Proyek Direktorat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Dikti Sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Penelitian Nomor 230/ SP2H/DP2M/III/2007, tgl. 29 Maret 2007, membuktikan hal yang senada.
Dengan memakai dasar kebijakan pemerintah tentang sertifikasi guru bahwa guru harus profesional, tujuan utama penelitian adalah (i) mengidentifikasi dan mengelompokkan guru SMA N Sumbar berdasarkan pemenuhan indikator komponen kompetensi profesional guru, (ii) mengidentifikasi kemungkinan faktor penyebab gagalnya pemenuhan indikator, dan (iii) menyusun dan merekomendasikan Model Diklat.
Sasaran penelitian adalah guru SMA N Sumbar yang tersebar pada 7 kota dan 12 kabupaten. Lamanya penelitian adalah 3 tahun mulai tahun 2007. Pada tahun pertama (2007), sasasaran penelitian yang disetujui adalah wakil 13 guru bidang studi di 16 SMA N Kota Padang. Total sampel penelitian secara acak bertujuan (purposive sampling) untuk tahun pertama adalah sebanyak 182 orang. Data dijaring, setelah mendapat izin dari Diknas Provinsi Sumbar dan Diknas Kota Padang, melalui kuesioner dan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 114 (63%) kuesioner yang kembali, sebanyak 68.75% guru hanya mampu membuat alat pembelajaran, 17.36% yang dapat megikuti kegiatan pengembangan kurikulum, 3.47% saja yang membuat diktat, hanya 2.8% melakukan PTK, 1.4% menulis KTI berdasarkan laporan penelitian, KTI konseptual, KTI populer, karya seni, dan sisanya 0.69% guru yang mampu menulis KTI untuk seminar, menulis buku, dan menghasilkan TTG.


Tentang Penulis:
Lektor Kepala Kum 550 (penyetaraan Dikti IV a TMT April 2005)/dosen tetap PING FKIP Universitas Bung Hatta TMT Juni 1986. S1 PING FKIP UBH (1986), S2 Pascasarjana IKIP Malang (1992), dan S3 Linguistik UI Jakarta (2000).

Kamis, 12 November 2009

Tenaga Pendidik Dan Tenaga Kependidikan

OPTIMALISASI TUGAS PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN MELALUI PEMANFAATAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN

Pendahuluan
Telah banyak laporan baik yang disampaikan oleh lembaga dalam negeri maupun luar negeri, yang menyatakan bahwa kualitas pendidikan kita rendah, bahkan sangat rendah. Laporan tersebut jelas, sangat memprihatinkan kita semua, terutama kita yang bergelut dalam dunia pendidikan. Laporan itu juga menunjukkan kepada kita akan kegagalan proses pendidikan yang kita laksanakan selama ini. Pertanyaannya adalah apa yang salah dalam sistem pendidikan kita? Lebih khusus adalah apa yang salah dalam pembelajaran di kelas? Jawaban atas pertanyaan ini patut kita temukan melalui suatu analisis yang mendalam dan komprehensif; tanpa harus saling menyalahkan dan merasa pihaknya yang paling benar dan telah melaksanakan tugas dengan baik.
Analisis terhadap sistem pendidikan dengan menggunakan pendekatan sistem adalah salah satu cara yang mungkin kita lakukan untuk menemukan kelemahan yang terjadi dalam sistem pendidikan kita. Apabila kita amati pendidikan sebagai suatu sistem, maka pada dasarnya pendidikan itu terdiri dari banyak komponen yang saling terkait, saling bergantung, dan saling mempengaruhi, sehingga apabila ada salah satu komponen yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya maka proses kerja sistem secara keseluruhan akan terganggu. Artinya adalah apabila hasil dari pendidikan kita tidak seperti yang kita harapkan, terpuruk, dan berkualitas rendah, maka berarti ada diantara komponen pendidikan kita yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Komponen-komponen yang yang dimaksud diantaranya adalah pendidik (guru) dan tenaga kependidikan, siswa, orang tua, masyarakat, sarana dan prasarana, materi (kurikulum), sistem evaluasi, dan aturan-aturan yang ditetapkan oleh pemerintah.
Idealnya setiap komponen tersebut dianalisis dan dievaluasi, seberapa jauh masing-masing komponen tersebut telah berfungsi sesuai tugas dan fungsinya. Salah satu komponen yang patut kita telusuri akan kekuatan dan kelemahannya adalah komponen pendidik dan tenaga kependidikan. Penulis tertarik membicarakan komponen ini, karena pendidik dan tenaga kependidikan merupakan komponen yang paling vital dan strategis dalam menentukan keberhasilan proses dan hasil pendidikan; Pendidik dan tenaga kependidikan menentukan kualitas proses pembelajaran serta hasil belajar yang dialami oleh siswa. Sebagus dan selengkap apapun sarana dan prasarana yang dimiliki oleh suatu lembaga pendidikan, kalau tenaga pendidik dan kependidikannya tidak kompeten maka sarana dan prasarana itu pun tidak akan banyak membantu para siswa dalam melaksanakan proses belajarnya; sebagus apapun konsep dan isi kurikulum yang dikembangkan oleh pemerintah, namun apabila tenaga pendidik dan kependidikannya tidak mampu mengimplementasikannya dengan baik, maka kurikulum itupun tidak akan berdampak apa-apa pada siswa; pengalaman belajar yang diharapkan dimiliki siswa pun akan menjadi sangat lemah. Intinya adalah untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan hendaknya berangkat dari perbaikan dan peningkatan kualitas dan kompetensi para pendidik dan tenaga kependidikan agar mampu melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, yaitu melaksanakan proses pembelajaran yang kondusif dan efektif.

Peran dan Tugas Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pendidik dan tenaga kependidikan adalah dua “profesi” yang sangat berkaitan erat dengan dunia pendidikan, sekalipun lingkup keduanya berbeda. Hal ini dapat dilihat dari pengertian keduanya yang tercantum dalam Pasal 1 Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sementara Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Dari definisi di atas jelas bahwa tenaga kependidikan memiliki lingkup “profesi” yang lebih luas, yang juga mencakup di dalamnya tenaga pendidik. Pustakawan, staf administrasi, staf pusat sumber belajar. Kepala sekolah adalah diantara kelompok “profesi” yang masuk dalam kategori sebagai tenaga kependidikan. Sementara mereka yang disebut pendidik adalah orang-orang yang dalam melaksanakan tugasnya akan berhadapan dan berinteraksi langsung dengan para peserta didiknya dalam suatu proses yang sistematis, terencana, dan bertujuan. Penggunaan istilah dalam kelompok pendidik tentu disesuaikan dengan lingkup lingkungan tempat tugasnya masing-masing. Guru dan dosen, misalnya, adalah sebutan tenaga pendidik yang bekerja di sekolah dan perguruan tinggi.
Hubungan antara pendidik dan tenaga kependidikan dapat digambarkan dalam bentuk spektrum tenaga kependidikan berikut: (Miarso, 1994)

Dari gambar di atas, tampak sekalipun pendidik (guru) yang akan berhadapan langsung dengan para peserta didik, namun ia tetap memerlukan dukungan dari para tenaga kependidikan lainnya, sehingga ia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Karena pendidik akan mengalami kesulitan dalam melaksanakan tugasnya apabila berada dalam konteks yang hampa, tidak ada aturan yang jelas, tidak didukung sarana prasarana yang memadai, tidak dilengkapi dengan pelayanan dan sarana perpustakaan serta sumber belajar lain yang mendukung. Karena itulah pendidik dan tenaga kependidikan memiliki peran dan posisi yang sama penting dalam konteks penyelenggaraan pendidikan (pembelajaran). Karena itu pula, pada dasarnya baik pendidik maupun tenaga kependidikan memiliki peran dan tugas yang sama yaitu melaksanakan berbagai aktivitas yang berujung pada terciptanya kemudahan dan keberhasilan siswa dalam belajar.
Hal ini telah dipertegas dalam Pasal 39 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, yang menyatakan bahwa (1) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan, dan (2) Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Mencermati tugas yang digariskan oleh Undang-undang di atas khususnya untuk pendidik dan tenaga kependidikan di satuan pendidikan sekolah, jelas bahwa ujung dari pelaksaan tugas adalah terjadinya suatu proses pembelajaran yang berhasil. Segala aktifitas yang dilakukan oleh para pendidik dan tenaga kependidikan harus mengarah pada keberhasilan pembelajaran yang dialami oleh para peserta didiknya. Berbagai bentuk pelayanan administrasi yang dilakukan oleh para administratur dilaksanakan dalam rangka menunjang kelancaran proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru; proses pengelolaan dan pengembangan serta pelayanan-pelayanan teknis lainnya yang dilakukan oleh para manajer sekolah juga harus mendorong terjadinya proses pembelajaran yang berkualitas dan efektif. Lebih lagi para pendidik (guru), mereka harus mampu merancang dan melaksanakan proses pembelajaran dengan melibatkan berbagai komponen yang akan terlibat dalamnya. Sungguh suatu tugas yang sangat berat.
Ruang lingkup tugas yang luas menuntut para pendidik dan tenaga kependidikan untuk mampu melaksanakan aktifitasnya secara sistematis dan sistemik. Karena itu tidak heran kalau ada tuntutan akan kompetensi yang jelas dan tegas yang dipersyaratkan bagi para pendidik, semata-mata agar mereka mampu melaksanakan tugasnya dengan baik.

Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh para pendidik jelas telah dirumuskan dalam pasal 24 ayat (1), (4), dan (5) PP No. 19 tahun 2005 tentang Standard Nasional Pendidikan. Dalam PP tersebut dinyatakan bahwa pendidik harus memiliki kompetensi pedagogik, yaitu kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.

Karakteristik Teknologi Pembelajaran
Apa yang dapat dilakukan dan disumbangkan oleh disiplin ilmu teknologi pembelajaran terhadap peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia? Pertanyaan mendasar ini patut direspon secara cermat dan tuntas. Untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan di atas dapat kita lakukan melalui kajian yang komprehensif apa itu teknologi pembelajaran.
Teknologi pembelajaran didefinisikan sebagai teori dan praktek dalam disain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian proses dan sumber untuk belajar. Definisi ini menunjukkan kepada kita bahwa bidang teknologi pembelajaran memokuskan kajiannya pada bidang-bidang disain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian berbagai proses dan sumber yang diperlukan peserta didik untuk belajar. Masing-masing bidang kajian sekaligus menjadi kawasan teknologi pembelajaran yang mengandung kerangka pengetahuan yang didasarkan pada hasil penelitian dan pengalaman. Karena itulah pengkajian dalam setiap kawasan dilakukan secara teori dan praktek.
Masing-masing kawasan memiliki fokus studi yang lebih dalam dan rinci. Kawasan disain, misalnya, meliputi studi tentang disain sistem pembelajaran, disain pesan, strategi pembelajaran, dan karakteristik pebelajar. Kawasan pengembangan dikategorikan ke dalam empat kategori, yaitu teknologi cetak, teknologi audio visual, teknologi berbasis komputer, dan teknologi terpadu. Kawasan pemanfaatan juga dikelompokkan ke dalam empat kategori, yaitu pemanfaatan media, difusi inovasi, implementasi dan pelembagaan, dan kebijakan dan regulasi. Sama halnya dengan kawasan-kawasan sebelumnya, kawasan pengelolaan juga dikategorikan menjadi empat kelompok, yaitu pengelolaan proyek, pengelolaan sumber, pengelolaan sistem penyampaian, dan pengelolaan informasi. Demikian juga dengan kawasan penilaian dibagi menjadi empat kategori, yaitu analisis masalah, pengukuran beracuan patokan, penilaian formatif, dan penilaian sumatif.
Konsep teknologi pembelajaran juga dapat dilihat dari dua dimensi lain, yaitu pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran, dan sebagai suatu pendekatan yang komprehensif dan terpadu dalam memecahkan masalah belajar. Pada dimensi yang pertama suatu pembelajaran dikatakan telah menggunakan teknologi pembelajaran apabila di dalamnya telah dimanfaatkan berbagai teknologi, baik itu teknologi sederhana (konvensional) maupun teknologi tinggi (komunikasi dan informasi). Sementara itu bila teknologi pembelajaran dipandang sebagaimana dimensi kedua, maka teknologi pembelajaran akan dimanfaatkan untuk memecahkan berbagai masalah belajar anak dengan “memanipulasi” berbagai faktor eksternal (external intervention) secara komprehensif dan terpadu. Proses yang dilakukan mencakup kegiatan pengelolaan (personil dan organisasi), pengembangan (konsep dan teori berdasarkan riset), dan pengembangan sistem pembelajaran.
Kegiatan pengelolaan berfungsi mengatur agar peran dan fungsi organisasi dapat berjalan dengan baik, karena dilakukan oleh para personil yang tahu akan tugas dan tanggung jawabnya. Melalui pengelolaan organisasi dan personil yang baik akan terjadi proses belajar dan pembelajaran yang kondusif, sehingga siswa dapat melaksanakan kegiatan belajarnya dengan baik. Aspek pengembangan berfungsi mengembangkan berbagai konsep dan teori (melalui riset) yang akan dapat digunakan untuk menganalisis berbagai kesulitan yang dialami oleh siswa dan memberikan solusi atas masalah yang ada; mendisain pembelajaran dan rencana produksinya; mengembangkan evaluasi yang tepat, menrancang logistiknya, dan mengembangkan cara pemanfaatnya serta menyebarluaskannya. Sementara aspek sistem pembelajaran berfungsi mengembangkan sistem pembelajaran yang dapat memfasilitasi siswa belajar, dengan cara mengatur komponen-komponen sistem secara terpadu dan bersistem. Komponen sistem pembelajaran: orang, pesan, bahan, alat, teknik, dan setting (latar).
Mengamati karakteristik teknologi pembelajaran yang sangat konsern terhadap proses dan hasil belajar anak, dan berusaha mengatasi masalah-masalah belajar anak, maka sangat wajar kalau teknologi pembelajaran memiliki potensi yang besar untuk memberi konstribusi bagi keberhasilan pembelajaran yang berlangsung. Hal inipun telah terbukti dari hasil pengkajian empirik di Amerika Serikat yang dilakukan oleh The Commission on Instructional Technology yang menunjukkan potensi teknologi instruksional sebagai berikut:
1. Meningkatkan produktivitas pendidikan
2. Memberikan kemungkinan pendidikan yang sifatnya lebih individual
3. Memberikan dasar pembelajaran yang ilmiah
4. Meningkatkan kemampuan pembelajaran
5. Memungkinkan belajar lebih akrab
6. memungkinkan pemerataan pendidikan yang bermutu.

Peran Teknologi Pembelajaran dalam Mendukung Tugas Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Bila kita cermati peran dan tugas para pendidik dan tenaga kependidikan di atas, yang intinya adalah menciptakan berbagai aktivitas untuk keberhasilan siswa belajar, dan karakteristik teknologi pembelajaran yang memokuskan kajiannya pada disain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian proses dan hasil belajar, maka nyata bahwa teknologi pembelajaran akan dapat membantu para pendidik dan tenaga kependidikan melaksanakan tugasnya dengan baik. Di atas dinyatakan bahwa salah satu tugas pendidik (guru) adalah merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran serta menilai hasil belajar. Tugas ini akan dapat dilaksanakan dengan baik dengan memanfaatkan bidang teknologi pembelajaran, khususnya pada kawasan disain, pengembangan, dan penilaian.
Dalam kawasan disain akan dibahas dan dikembangkan berbagai aspek yang diperlukan oleh para pendidik (guru) dalam proses merencanakan pembelajaran. Kemampuan mendisain sistem pembelajaran, pemahaman tentang strategi pembelajaran dan karakteristik pebelajar akan sangat membantu para pendidik dalam membuat perencanaan pembelajarannya. Dengan perencanaan yang baik, maka proses pembelajaran yang akan dilaksanakan akan berjalan dengan baik pula.
Kawasan pengembangan akan banyak membantu para pendidik (guru) dalam melaksanakan pembelajarannya, karena pada kawasan ini dibahas berbagai teknologi yang dapat digunakan dalam melaksanakan pembelajaran. Pada saat melaksanakan pembelajaran seorang guru memerlukan banyak sumber belajar. Saat ini sumber belajar tidak cukup hanya dengan mengandalkan guru, tetapi diperlukan sumber belajar yang bervariasi. Berbagai teknologi baik yang konvensional maupun yang berbasis teknologi informasi dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efektifitas pembelajaran. Teknologi cetak menghasilkan berbagai sumber belajar dalam bentuk bahan ajar cetak yang seraca sengaja didisain untuk pembelajaran. Teknologi Audio visual dan teknologi berbasis komputer memungkinkan pebelajar dengan berbagai variasi gaya belajarnya akan terakomodir dengan baik, sehingga mereka dapat melaksanakan kegiatan belajar dengan efektif.
Sementara kawasan penilaian akan membantu para pendidik (guru) dalam melaksanakan tugasnya dalam menilai hasil belajar. Penilaian merupakan bagian integral dalam kegiatan pembelajaran, karenanya menjadi tugas yang tidak dapat diabaikan. Penilaian sangat diperlukan untuk mendapatkan informasi tentang keberhasilan proses dan hasil belajar. Karena itu baik pada saat proses pembelajaran berlangsung, maupun di akhir proses pembelajaran harus dilakukan evaluasi. Dalam hal ini evaluasi formatif dan sumatif menjadi sangat penting keberadaannya.

Secara lebih spesifik, apabila para pendidik (guru) menerapkan konsep teknologi pembelajaran dalam sistem pembelajarannya, maka akan dapat dilihat ciri-ciri umum berikut:
1. telah dimanfaatkannya sumber-sumber belajar secara bervariasi baik berupa orang, pesan, bahan, peralatan, teknik, dan latar yang memungkinkan orang untuk belajar secara terarah dan terkendali
2. dilaksanakannya fungsi pengelolaan atas organisasi dan personil yang melakukan kegiatan pengembangan dan atau pemanfaatan sumber belajar
3. diterapkannya berbagai jenis pola instruksional dengan terintegrasinya sumber belajar baru dalam kegiatan belajar mengajar
4. adanya standar mutu bahan ajar dan tersedianya sejumlah pilihan bahan ajar yang mutunya teruji
5. berkurangnya keragaman proses pengajaran, namun dengan mutu yang lebih baik
6. dilakukannya perancangan dan pengembangan pembelajaran oleh para ahli yang khusus bertanggung jawab untuk itu dalam suatu kerjasama tim
7. tersedianya bahan ajar dengan kualitas lebih baik, serta jumlah dan macam yang lebih banyak
8. dilakukannya penilaian dan penyempurnaan atas segala tahap dalam proses pembelajaran
9. diselenggarakannya pengukuran hasil belajar berdasarkan penguasaan tujuan yang ditetapkan
10. berkembangnya pengertian dan peranan guru.

Kesimpulan
Salah satu tugas pendidik (guru) adalah membuat disan dan melaksanakan proses pembelajaran serta melaksanakan penilaian hasil belajar. Tugas ini akan dapat dioptimalkan dengan memanfaatkan teknologi pembelajaran. Kawasan teknologi pembelajaran yang komprehensif, yang menyangkut tahap disain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan, dan penilaian, dapat membantu para pendidik (guru) dalam mengoptimalkan pelaksanaan tugasnya sebagai perancang dan pengelola pembelajaran, serta penilai hasil belajar.
Di sisi lain, pelaksanaan tugas pendidik (guru) pada akhirnya adalah untuk membantu para pebelajar melakukan kegiatan belajar dan memecahkan masalah belajar. Hal ini pula yang menjadi obyek utama teknologi pembelajaran, yaitu masalah belajar manusia, dan melakukan intervensi eksternal dengan memanipulasi berbagai sumber belajar untuk mengatasinya.

DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

Seels, Barbara B., Rita C. Richey. Terjemahan: Dewi Salam P., dkk. Teknologi Pembelajaran, Definisi dan Kawasannya.

Undang-undang No. 20 Tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan Nasional

Yusufhadi Miarso. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan. Jakarta: Prenada Media, 2004

Kamis, 15 Oktober 2009

manajemen berbasis sekolah

Faktor keberhasilan pendidikan di SMK yang dapat dilihat secara umum
adalah:
1. Terserapnya tamatan di dunia kerja sesuai dengan kompetensi pada
program keahliannya.
2. Mampu mengembangkan diri dalam berwirausaha sehingga dapat
menciptakan lapangan kerja baru.
3. Mampu bersaing dalam melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi.
Namun pada kenyataannya indikator keberhasilan tersbut tampaknya
belum dapat sepenuhnya diwujudkan oleh semua penyelenggara pendidikan
sekolah menengah kejuruan (SMK) sehingga memunculkan pernyataan yang
memvonis bahwa mutu pendidikan nasional masih rendah.
Pada penyelenggara pendidikan atau sekolah yang berhubungan langsung
terhadap output (mutu) kelulusan tidak dapat dituding sebagai lembaga yang
bertanggung jawab secara mutlak. Meskipun telah diupayakan berbagai langkah
oleh pemerintah dengan metode dan perumusan oleh pakar-pakar pendidikan
namun belum menghasilkan hasil yang menggembirakan. Terlalu komplek
permasalahan yang timbul yang harus ditangani secara menyeluruh dan bertahap.
Sebagian pendapat menganggap bahwa yang menjadikan mutu pendidikan tidak
mengalami peningkatan secara merata karena adanya beberapa faktor yang antara
lain :
1. Kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan nasional yang menggunakan
metode Educational Production Function Approach atau Input Output
Analysis Approach tidak dilaksanakan secara konsekuen.
2. Penyelengaraan pendidikan nasional dilakukan secara birokratik
sentralistik, sehingga penyelenggara pendidikan sangat tergantung
birokrasi yang sangat panjang dan sering kebijakan yang seragam tersebut
tidak sesuai dengan kenutuhan sekolah.
3. Peran serta masyarakat, khususnya orang tua/wali siswa masih sangat
kurang dalam proses peyelenggaraan pendidikan.
B. Manajemen berbasis sekolah (MBS)
Howard M. Carlisle menyatakan : Management is the process by which
the element of a group are integrated, coordinated, and efficiently achieve
objective (Manajemen adalah proses pengintegrasian, pengkordiasian dan
pemanfaatan elemen-elemen suatu kelompok untuk mencapai tujuan secara
efisien).
Dengan demikian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) merupakan proses
pengintegrasian, pengkoordinasian dan pemanfaatan dengan melibatkan secara
menyeluruh elemen-elemen yang ada pada sekolah untuk mencapai tujuan (mutu
pendidikan) yang diharapkan secara efisien.
Atau dapat diartikan bahwa Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah
model manajemen yang memberikan otonomi (kewenangan) yang lebih besar
kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan yang partisipatif yaitu
melibatkan semua warga sekolah berdasarkan kesepakatan bersama.
Dengan adanya otonomi (kewenangan) yang lebih besar diharapkan
sekolah memiliki kewenangan secara mandiri dalam mengelola sekolah dan
memilih strategi dalam meningkatkan mutu pendidikan serta dapat memilih
pengembangan program yang lebih sesuai dengan potensi kebutuhan daerah
dimana lulusannya akan diproyeksikan.
C. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Tujuan Umum MBS :
Memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian otonomi
kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan
secara partisipatif.
Tujuan Khusus MBS :
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah
dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya yang ada.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
3. Meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada masyarakat.
4. Meningkatkan persaingan yang sehat antar sekolah tentang mutu
pendidikan yang ingin dicapai.
D. Konsep Dasar Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Konsep dasar Manajemen Berbasis Sekolah adalah manajemen yang
bernuansa otonomi, kemandirian dan demokratis.
1. Otonomi, mempunyai makna bahwa kewenangan sekolah untuk mengatur
dan mengurus kepentingan warga sekolah dalam mencapai tujuan sekolah
(mutu pendidikan) menurut prakarsa berdasarkan aspirasi dan partisipasi
warga sekolah dalam bingkai peraturan perundangan-undangan yang
berlaku.
2. Kemandirian, mempunyai makna bahwa dalam pengambilan keputusan
tidak tergantung pada birokrasi yang sentralistik dalam mengelola sumber
daya yang ada, mengambil kebijakan, memilih strategi dan metoda dalam
memecahkan persoalan yang ada, mampu menyesuaikan dengan kondisi
lingkungan serta peka dan dapat memanfaatkan peluang yang ada.
3. Demokratif, mempunyai makna seluruh elemen-elemen sekolah dilibatkan
dalam menetapkan, menyusun, melaksanakan dan mengevaluasi
pelaksanaan untuk mencapai tujuan sekolah (mutu pendidikan) sehingga
memungkinkan tercapainya pengambilan kebijakan yang mendapat
dukungan dari seluruh elemen-elemen warga sekolah.
E. Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Karakterisitk Manajemen Barbasis Sekolah tentunya tidak terlepas dari
pendekatan Input, Proses, Output Pendidikan.
1. Input Pendidikan
a. Memiliki kebijakan, tujuan dan sasaran mutu yang jelas.
b. Tersedianya sumber daya yang kompetitif dan berdedikasi.
c. Memiliki harapan prestasi yang tinggi.
d. Komitmen pada pelanggan.
2. Proses Pendidikan
a. Efekttivitas dalam proses belajar mengajar tinggi.
b. Kepemimpinan yang kuat.
c. Lingkungan sekolah yang nyaman.
d. Pengelolaan tenaga kependidikan yang efektif.
e. Tim kerja yang kompak dan dinamis.
f. Kemandirian, partisipatif dan keterbukaan (transparasi).
g. Evaluasi dan perbaikan secara berkelanjutan.
h. Responsif, antisipatif, komunikatif dan akuntabilitas.
3. Output yang diharapkan
Pada dasarnya output yang diharapkan merupakan tujuan utama dari
penyelenggaraan pendidikan secara umum.
F. Langkah-langkah Perumusan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
Untuk merumuskan implementasi manajemen berbasis sekolah harus ada
tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Perencanaan
Pada langkah awal perumusan MBS, hal-hal yang perlu dilaksanakan
adalah :
a. Mengidentifikasi sistem, budaya dan sumber daya, mana yang perlu
dipertahankan dan mana yang harus dirubah dengan memperkenalkan
terlebih dahulu format yang baru dan tentunya lebih baik.
b. Membuat komitmen secara rinci yang diketahui oleh semua unsur yang
bertanggung jawab, jika terjadi perubahan sistem, budaya dan sumber
daya yang cukup mendasar.
c. Hadapilah penolakan terhadap perubahan dengan memberi pengertian
akan pentingnya perubahan demi mencapai tujuan bersama.
d. Berkerja dengan semua unsur sekolah dalam menjelaskan atau
memaparkan visi, misi, tujuan, sasaran, rencana dan program-program
penyelenggaraan MBS.
e. Menggaris bawahi prioritas sistem, budaya dan sumber daya yang
belum ada dan sangat diperlukan.
2. Mengidentifikasi Tantangan Nyata Sekolah
Pada umumnya tantangan sekolah bersumber pada output (lulusan)
sekolah yang meliputi kualitas, produktifitas, efektibilitas dan efisiensi.
Maka sangat diperlukan identifikasi dari hasil analisis output untuk
mengetahui tingkat kualitas, produktifitas, efektibilitas dan efisiensi dari
output yang dihasilkan melalui penyelenggaraan pendidikan.
3. Merumuskan visi, misi, tujuan sasaran sekolah yang dapat menjamin
kelangsungan hidup dan perkembangan sekolah.
- Visi adalah gambaran masa depan yang diinginkan oleh sekolah, agar
sekolah yang bersangkutan dapat menjamin kelangsungan hidup dan
perkembangannya.
- Misi adalah tindakan untuk mewujudkan atau merealisasikan visi
tersebut.
- Tujuan adalah apa yang ingin dicapai atau dihasilkan oleh sekolah
yang bersangkutan dan kapan tujuan itu mungkin dicapai.
- Sasaran adalah penjabaran tujuan yang akan dicapai oleh sekolah
dalam jangka waktu lebih pendek dibandingkan dengan tujuan sekolah.
Rumusannya harus berupa peningkatan yang spesifik, terukur, jelas
kriterianya dan disertai indicator yang rinci.
4. Mengidentifikasi fungsi-fungsi yang diperlukan untuk mencapai sasaran.
Fungsi-fungsi yang dimaksud adalah unsur-unsur kegiatan beserta unsurunsur
pendukungnya yang saling berkaitan dan tidak dapat berdiri sendiri.
Sejauh mana kesiapan fungsi-fungsi tersebut terhadap kegiatan yang akan
dilaksanakan dalam mencapai sasaran.
5. Melakukan analisis potensi lingkungan (analisis SWOT)
Analisis SWOT dilakukan dengan maksud untuk mengenali kesiapan
setiap fungsi dari keseluruhan fungsi sekolah yang diperlukan utnuk
mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
Prinsip analisis SWOT adalah :
- Kekuatan-kekuatan apa yang kita miliki ?
Bagaimana memanfaatkannya ?
- Kelemahan-kelemahan apa yang kita miliki ?
Bagaimana meminimalkannya ?
- Peluang-peluang apa yang ada ?
Bagaimana memanfaatkannya ?
- Ancaman apa yang mungkin menghambat keberhasilan ?
Bagaimana mengatasinya ?
6. Memilih langkah-langkah alternatif pemecahan persoalan.
Dalam setiap kegiatan dimungkinkan adanya permasalahan yang timbul.
Hendaklah kita tidak menghindari masalah akan tetapi harus kita hadapi
dengan solusi pemecahan yang sudah kita rencanakan sebelumnya.
7. Menyusun Rencana Program Peningkatan Mutu.
Penyusunan program peningkatan mutu harus disertai langkah-langkah
pemecahanan persoalan yang mungkin terjadi. Fungsi yang terlibat beserta
unsur-unsurnya membuat rencana program untuk jangka pendek,
menengah dan jangka panjang serta bersama-sama merealisasikan rencana
program tersebut. (rencana program biasanya tertuang dalam renstra
sekolah).
8. Melaksanakan Rencana Program Peningkatan Mutu
Dalam melaksanakan rencana peningkatan mutu maka fungsi-dungsi
terkait hendaknya memanfaatkan sumber daya secara maksimal, efektif
dan efisien.
9. Melakukan Evaluasi Pelaksanaan
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan program, sekolah perlu
mengadakan evaluasi pelaksanaan program, baik program jangka pendek
maupun program jangka panjang.
10. Merumuskan Sasaran Peningkatan Mutu Baru.
Dari hasil evaluasi kita dapat memperoleh tingkat keberhasilan dan
kegagalannya sehingga dapat memperbaiki kinerja program yang akan
datang. Disamping itu evaluasi juga sangat berguna sebagai bahan
masukan bagi sekolah untuk merumuskan sasaran (tujuan) peningkatan
mutu untuk tahun yang akan datang.
G. Penutup.
Bahwa penerapan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) akan menghasilkan
nilai positif bagi sekolah antara lain :
1. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
bagi sekolah yang bersangkutan sehingga sekolah dapat lebih
mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada.
2. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan skala prioritas.
3. Pengambilan keputusan lebih partisipatif terutama dalam hal :
a. Menetapkan sasaran peningkatan mutu
b. Menyusun rencana peningkatan mutu
c. Melaksanakan rencana peningkatan mutu
d. Melakukan evaluasi pelaksanaan peningkatan mutu.
4. Penggunaan dana lebih efektif dan efisien sesuai dengan skala prioritasnya
5. Keputusan bersama lebih menciptakan transparasi dan demokrasi
6. Dapat lebih meningkatkan rasa tanggung jawab.
7. Menumbuhkan persaingan sehat sehingga diharapkan adanya upaya
inovatif.
SUMBER PUSTAKA
1. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, Direktorat Pendidikan
Menengah Umum Depdiknas.
2. Buku Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan Edisi 2004

Rabu, 16 September 2009

New Relationshit

LibuR tLah Tiba
dUit tiAda
Shit..!